Sumber : Tempo – 29 November 2011
Delegasi negara berkembang meminta komitmen yang tegas dari negara maju untuk ikut mengurangi emisi gas karbon di dunia dalam konferensi perubahan iklim di Durban, Afrika Selatan, yang dimulai pada Senin, 28 November 2011. Saat ini jumlah gas karbon di dunia telah meningkat pesat 40 persen dibandingkan tahun 1990-an. “Harus ada kepastian negara maju ikut berupaya mengurangi emisi gas secara terukur,” kata Wei Su, wakil kepala delegasi Cina.
Su menyatakan pendapatnya atas nama negara berkembang, yaitu Cina, Brasil, Afrika Selatan, dan India yang kini sedang mati-matian mengatasi perubahan iklim. Dalam kesepakatan tahun 1997, perlu 35 negara industri yang berkomitmen memangkas emisi karbon sampai 5 persen hingga 2012. Tapi komitmen itu akan berakhir tahun depan, sehingga perlu diperbarui dengan komitmen lanjutan. “Protokol Kyoto adalah landasan dari rezim iklim dan periode kedua penting bagi kesuksesan konferensi ini,” ujar Su.
Amerika Serikat (AS) merupakan pencemar terbesar di dunia per kapita dan mengatakan tidak akan mendaftar untuk Protokol Kyoto yang diperbarui. AS ingin memaksakan pakta kewajiban kepada negara-negara berkembang seperti Cina dan India. Jepang, Kanada, dan Rusia–tiga negara kunci dalam kesepakatan Kyoto–menyatakan dengan jelas tidak akan mendaftar pada periode komitmen kedua. Sedangkan Eropa mengatakan dapat menerima kelanjutan Protokol Kyoto dan menunjukkan mereka serius tentang pengurangan besar dalam tahun-tahun mendatang.
Mengacu pada perbedaan, Su menegaskan dukungan untuk bekerja menuju perspektif ambisius dan adil, memastikan implementasi penuh, efektif, dan berkelanjutan pada konferensi ini dan Protokol Kyoto.
“Kami kembali mengingatkan yang hampir tidak dibayangkan bahwa sebuah negara akan meninggalkan Protokol Kyoto untuk melakukan lebih. Sebagai pihak yang bekerja di bawah mandat Bali Roadmap untuk menyepakati periode komitmen kedua di bawah Protokol Kyoto dan untuk mengaktifkan penuh,” katanya.
Dengan begitu, pelaksanaan yang efektif dan berkelanjutan dari konvensi melalui aksi jangka-panjang koperasi, sekarang, hingga dan setelah 2012, Su menegaskan kembali perlunya fokus pada mandat ini. Dia menekankan bahwa kelanjutan mekanisme fleksibilitas dari Protokol Kyoto bergantung pada pembentukan komitmen pengurangan emisi oleh negara maju diukur berdasarkan komitmen kedua.
Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Berry Nahdian Forya mengatakan Indonesia juga akan memperjuangkan hal yang sama dengan yang disuarakan Cina. Indonesia mendesak negara maju ikut berkomitmen dalam pengurangan emisi karbon. “Selama ini negara maju hanya memberikan bantuan kepada negara berkembang,” katanya. Walhi telah mengirimkan satu orang delegasi mengikuti konferensi itu. Lebih jauh ia mengatakan bantuan itu lebih banyak merupakan bagian dari pinjaman.
Berry juga mendesak agar Indonesia dalam konferensi itu tidak hanya mencari bantuan asing. Seharusnya, kata dia, Indonesia lebih mengarahkan pada upaya kegiatan adaptasi ketimbang mitigasi yang selama ini dilakukan. “Indonesia merupakan negara yang terkena dampak. Jadi harus yang sifatnya adaptasi,” ujarnya.
Protokol Tokyo pun harus dilanjutkan. Ia mengatakan negara maju belum bisa memenuhi kewajiban mengurangi emisi 5,2 persen yang selama ini belum berjalan. “Mekanismenya harus diperbaiki,” ujarnya.
XINHUA | EKO ARI
Link : http://www.tempo.co/read/news/2011/11/29/118368932/Negara-Berkembang-Desak-Negara-Maju-Kurangi-Emisi