Daily Archives: January 12, 2012

Hutang Regulasi Lingkungan

Sumber : Antara – 11 Januari 2012
Oleh Hefni Effendi*

Banyak instrumen pengelolaan lingkungan baru termaktub dalam UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang terdiri dari 127 pasal, yang membuatnya berbeda dengan UU sebelumnya yakni UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (52 pasal); ataupun UU lingkungan yang pertama yaitu UU No 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (24 pasal).

Dari sisi jumlah pasal saja, UU No 32 tahun 2009 berlipat dua dibandingkan UU No 23 tahun 1997. UU baru ini memuat kesatuan manajemen yang utuh dalam pengelolaan lingkungan yang mencakup: a) perencanaan, b) pemanfaatan, c) pengendalian, d) pemeliharaan, e) pengawasan, dan f) penegakan hukum.

Kabaruan Instrumen

Selain itu hal-hal berikut ini hanya termaktub pada UU No 32 tahun 2009 yakni: 1) Ketentuan penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai Grand Design pengelolaan lingkungan, 2) Instrumen baru pengelolaan lingkungan, 3) Sanksi hukum berlaku untuk semua pemangku kepentingan seperti: praktisi industri, pemerintah, masyarakat, pakar lingkungan, 4) Sanksi hukum lebih garang dan lebih tegas.

Beberapa ketentuan yang tertera dalam UU ini nuansanya sangat jauh melompat kedepan, jika dikomparasikan dengan kondisi nyata lingkungan kita saat ini. Bahkan dianggap cukup revolusioner oleh berbagai kalangan. Perangkat pengelolaan yang konvensional saja seperti: Amdal, baku mutu lingkungan, kriteria baku kerusakan lingkungan, dsb, belum begitu tegap diterapkan.

Pemerintah lebih mengetengahkan pendekatan persuasif ketimbang represif, dengan selalu menerbitkan peraturan kompromistik. Padahal ketidakpatuhan pada perangkat konvensional tersebut sudah bisa dijadikan alat bukti untuk mendakwa praktisi industri yang abai atau mangkir dalam pengelolaan lingkungan.

UU baru ini membebani lagi dengan sistem dan perangkat pengelolaan anyar (analisis resiko, instrumen ekonomi lingkungan, dsb), yang kiranya untuk kondisi sosial-ekonomi-budaya bangsa kita saat ini masih belum cukup kompatibel dan terlalu dini untuk menerima model pengelolaan lingkungan, yang telah banyak diaplikasikan di negara maju.

Perlu Elaborasi

Selama dua tahun berlakunya UU 32 tahun 2009, belum ada satupun Peraturan Pemerintah (PP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yang merupakan penjabaran dari pasal-pasal UU tersebut.

Padahal pasal 126 secara gamblang mengamanatkan bahwa peraturan pelaksanaan ditetapkan paling lama satu tahun sejak UU ini diberlakukan (3 Oktober 2009).

Total terdapat 25 pasal baru dalam UU No 32 yang perlu penjabaran lanjutan, dan menjadi tupoksinya KLH. Pasal-pasal tersebut memerlukan interpretasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (17 pasal), Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (2 pasal), dan Peraturan Perundangan (3 pasal) yang tak secara tegas disebutkan jenis peraturan apa.

Pada pasal 42 dan 43 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan, pemerintah diharuskan memformulasikan hal berikut: a) Perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, b) Pendanaan lingkungan hidup, dan c) Insentif atau disinsentif.

Selanjutnya dalam Perencanaan Pembangunan dan Kegiatan Ekonomi diharuskan membikin: 1) Neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup, 2) Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan hidup, 3) Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antar daerah, dan 4) Internalisasi biaya lingkungan hidup.

Pada Instrumen Pendanaan Lingkungan diwajibkan membuat: 1) Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup, 2) Dana penanggulangan pencemaran atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup, 3) Dana amanah/bantuan untuk konservasi.

Pada sisi Instrumen Insentif dan Disinsentif, regulasi yang mesti dibentuk adalah: 1) Pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup, 2) Penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup, 3) Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup, 4) Pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah atau emisi, 5) Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup, 6) Pengembangan asuransi lingkungan hidup, 7) Pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup, 8) Sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Demikian banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk mengakomodir instrumen ekonomi lingkungan ini. Belum lagi pasal lainnya. Kalau dicermati inti dari PR tersebut, sebetulnya adalah manifestasi dari dua kelompok utama paradigma kompensasi terhadap lingkungan yakni: “payment for environmental services” (pembayaran fungsi dan jasa lingkungan) dan “polluters must pay principle” (prinsip pencemar membayar).

Pada diskursus ini, pemahaman akan valuasi ekonomi sumberdaya (resource economic valuation) dan deep ecology akan melakoni peran sentralnya. Karena fungsi dan jasa lingkungan dari suatu sistem ekologi mesti dikuantifikasi dengan nilai rupiah. REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) adalah analog dari penerapan mekanisme prinsip pencemar membayar.

Jika mekanisme instrumen ekonomi lingkungan ini kelak diadopsi sepenuhnya, tanpa konsiderasi yang komprehensif dan cermat, niscaya industri yang berbasis sumberdaya alam, mungkin akan menjadi kurang atau bahkan tidak kompetetif lagi.

Karena industri semacam ini harus membayar kompensasi fungsi dan jasa lingkungan yang terganggu akibat pengoperasian industri. Selain itu, setiap satuan volume limbah padat, cair, dan gas yang dihasilkan juga harus dikompensasi karena terikat dengan kewajiban pencemar membayar.

Kedua prinsip inilah yang mengenyahkan industri yang dianggap usang (late industry) dari Eropah Barat, Amerika Utara, dan Jepang. Industri tekstil salah satu contoh late industry yang sudah tak lagi bercokol di negara industri maju.

Kalau industri ini dioperasikan disana maka harga produknya akan menjadi mahal, karena harus mengintegrasikan fungsi dan jasa lingkungan serta limbah menjadi bagian dari modal. Industri demikian direlokasi ke negara berkembang.

Manakala sudah menjadi pasal dalam UU, maka kita berkewajiban untuk mentaatinya. Sementara itu, relatif lemahnya perangkat keahlian (expertise), kurangnya sumberdaya manusia yang paham akan instrumen baru, atmosfir industri yang belum begitu kondusif untuk taat, dan belum terbentuknya unit di KLH yang menangani beberapa instrumen baru tersebut, serta keperluan untuk membuka lapangan kerja dari sektor industri selebar-lebarnya, ditenggarai bisa menjadi kendala dalam penerapan ketentuan baru dalam UU lingkungan tersebut.

Penjabaran lebih rinci terhadap pasal UU dimaksudkan untuk memberi arahan dan pedoman bagi segenap pemangku kepentingan seperti: praktisi usaha, birokrat, masyarakat, akademisi, pemerhati lingkungan, konsultan lingkungan, lembaga swadaya masyarakat, dsb, dalam mentaati ketentuan pengelolaan lingkungan.

Selain itu juga ditujukan untuk menutup ruang manipulatif terhadap pasal-pasal yang dianggap plastis dan dengan mudah dapat diplintir maknanya oleh para manipulator hukum bagi membela para aktor pendegradasi lingkungan dan penguras sumberdaya alam secara tak sinambung.

Mengingat belum adanya realisasi peraturan yang diterbitkan oleh KLH dalam rangka penjabaran pasal-pasal baru pada UU No 32 tahun 2009 hingga penghujung 2011, maka tahun 2012 ini akan menjadi tahun hectic (sangat sibuk) bagi KLH dalam merealisasikan amanah peraturan yang harus segera dituntaskan tersebut dan menjadi hutang regulasi yang mesti dilunasi.
(R009)

*Penulis Buku “Senarai Bijak Terhadap Alam”

Editor: Ruslan Burhani

Link : http://www.antaranews.com/berita/292329/hutang-regulasi-lingkungan

JOB: (Senior) Communications and Advocacy Officer

Source : Mailist – January, 11 2012

(Senior) Communications and Advocacy Officer

Wetlands International invites creative and communicative candidates to apply for the position of (senior) Communications and Advocacy Officer.

Overall Purpose of the Job:

The (senior) Communications and Advocacy Officer is responsible for a number of thematic areas in terms of communications and advocacy. S/he contributes to the development of communication strategies for key projects and coordinate their implementation in terms of advocacy, media and online campaigning, facilitating outreach to and public relations with the Wetlands International Networks and target groups.

Main duties
Reporting to the Communications Manager, your main duties will include:
1. Strategic development of our outreach: (20% of time)
– Develop strategies for outreach, including advocacy work, of projects and programmes.
– Support the inclusion of communications in new programmes or projects.
– Provide guidance to communications staff of other offices.

2. Advocacy: (30%)
– Strategise and facilitate effective advocacy at (international) meetings.
– Maintain contact with key people who are essential for our successful outreach at events (press, key decision makers, partners).
– Maintain an overview on policy developments, for a rapid response.

3 Global media outreach: (20% of time)
– Support the development of a network of journalists and other media (websites, web logs) and keep in close contact.
– Identify and develop outreach opportunities; develop press releases and have direct contact with press.
– Support other offices with media outreach in their region and / or for their publications and projects.

4. Online and offline communications products: (30%)
– Contribute to design, write and edit the web-based information and services.
– Create off-line communication and promotional materials (writing, editing, basic lay-out. Liaise with designers and printing companies).
– Coordinate dissemination of communications materials to and through partnership networks and media.
– Increase web-based visibility by developing and implementing plans for more interactive communications and for visibility on websites including fora outside the wetlands.org network.

Qualifications and Experience
Profile: The successful candidate will be a person who likes to work in a dynamic international environment, has a creative mind and knows how to create effective communication products.

The following skills, qualifications and experience are essential:
1. Appropriate educational qualification on a bachelor or master level.
2. 5 years of relevant experience in advocacy and policy work, campaigning and /or communications.
3. Demonstrated track record in writing and editing articles, website content, reports and press releases.
4. Demonstrated track record in managing campaigns at a strategic level.
5. An excellent command of written and spoken English, preferable on the level of a native speaker.
6. Good interpersonal, team-building and networking skills, demonstrating awareness and respect of different cultures.
7. Some experience with basic graphic design; able to guide designers to produce high level, effective materials.
8. Understanding and interest in wetland issues or related subjects in the field of water, poverty, environment and conservation issues.
9. Networks and experience in a relevant international context.

Preferred skills and competencies:
Ability to work in other languages (particularly Dutch, French or Spanish).

Reporting to the Communications and advocacy Manager
Part-time position, 32 hours per week
Based in: Ede office, Netherlands
Grade: Salary indication: € 3000 – € 3750 full time salary

Background
Wetlands International is a leading global, non-profit organisation dedicated solely to the work of wetlands conservation for poverty alleviation, water management, climate regulation and biodiversity. The organisation has a core staff of around 200 people in 18 offices world‑wide. Wetlands International works with partners in government, NGO’s and the private sector and manages a large number of global level, multi-partner projects as well as working at the grass roots level with community groups. The Ede office is the headquarters of the global organisation. The communications and advocacy team consists of 5 people: a manager, a communication officer / web editor and 3 (senior) communication and advocacy officers working on the full range of outreach tasks for various themes. One of these three positions is currently vacant.

Supported by a range of projects, main thematic areas for the team are peatlands and CO2 emissions, biofuels, mangrove restoration, river management and water scarcity.

We offer a dynamic, international working environment and a diverse range of communication responsibilities.
Working relationships

INSIDE Wetlands International:
The Communications Manager, Communications staff and project staff in other offices, all Headquarters staff.

OUTSIDE Wetlands International:
Partner NGO’s, governmental and corporate policy makers, journalists and other media contacts, various communication specialists.

Procedure
For applying to this vacancy, please send us a resume and an application letter indicating your motivation to hr@wetlands.org before 31 January 2012. Please indicate our reference SCAO-2012 in the subject line of your e-mail.

For more information, send an email to hr@wetlands.org.

A first round of interviews is planned for 3 and 6 February 2012. Please indicate in your application if these dates are inconvenient for you.

Link : http://www.wetlands.org/Aboutus/JobsVacancies/tabid/71/articleType/ArticleView/articleId/2812/Senior-Communications-and-Advocacy-Officer.aspx